Powered By Blogger

Translate

Jumat, 06 Januari 2017

Formalisme dan Konstruktivisme

Formalisme dan Kontruktivisme
Oleh Kelompok 1 dan 2

Kelompok 1 beranggotakan atas M. Abdullah Sahal, Putri Nur Jannah, dan Siti Rahmayani. Dalam presentasi yang pertama dari seluruh kelompok ini, mereka menyampaikan tentang Paham Formalisme dalam filsafat pendidikan matematika. Ada beberapa poin penting yang saya dapatkan.
Formalisme itu adalah sebuah paham dalam matematika yang menggunakan sistem formal di dalamnya. 

Paham ini merekayasa simbol berdasarkan aturan tertentu untuk menghasilkan sebuah sistem pernyataan yang selalu benar, tetapi kosong dari makna, dan tidak ada pertanyaan yang bertentangan. Hal ini karena paham ini bertujuan untuk menerima kebenaran tanpa melakukan pembuktian pada semua matematika secara lengkap dan konsisten.

Paham ini digunakan untuk mengatasi masalah – masalah yang memiliki ketidak konsisten, seperti kasus munculnya Paradok Russel. Paradok Russel adalah sebuah contoh dari suatu pernyataan aneh yang dihasilkan dari sistem logika yang kita gunakan secara alamiah. Contohnya seorang tukang cukur rambut bernazar bahwa dia akan mencukur rambut setiap orang di desa yang tidak mencukur rambutnya sendiri. Entah bagaimana cara paham formalisme mengatasi masalah tersebut.

Kemudian, selanjutnya pemateri melanjutkan pada bahasan tesis Formalisme, di bahasan ini saya dapat menangkap apa yang mereka sampaikan, yakni bahwa dalam Formalisme terdapat 2 tesis, yakni :
1.      Matematika itu dinyatakan dalam bentuk yang kosong dari arti. Hal ini mungkin dikarenakan simbol – simbol bisa diterapkan dalam ilmu pengetahuan lain.
2.      Aturan – aturan dalam matematika itu bebas dari inkonsinteni.

Selanjutnya, mereka melanjutkan pada bahasan berikutnya yakni aspek – aspek dalam paham Formalisme. Aspek dalam paham ini, ada 2 aspek yakni aspek ontologi dan epistemologi. Di sini ada sedikit kerancuan, mengapa disebut Ontologi? Bukankah ontologi itu merupakan salah satu cabang ilmu dari Biologi yang membahas tentang Burung?? Wes, ndak apa – apa lanjut aja. Aspek ontologi adalah obyek-obyek yang dikaji dalam matematika. Obyek-obyeknya adalah fakta abstrak, konsep, definisi, relasi, operasi abstrak, serta prinsip abstrak. 

Aspek Epistemologi adalah keyakinan yang terbukti atau lebih tepatnya merupakan pengetahuan proposional yang memuat pernyataan-pernyataan yang dapat dipercaya, dan tersedia landasan yang cukup untuk melakukan pembuktian.

Lalu bagaimana dengan Kelompok 2? Kelompok ini terdiri atas Richa Umami, Nadia Erviana, dan Qurrota A’yuninnisa. Materi kelompok ini merupakan salah satu materi yang saya sukai, sebab materi yang disampaikan oleh mereka mirip dengan apa yang tercantum dalam kurikulum 2013 di Indonesia yang sedang digunakan dalam proses pembelajaran saat ini di sekolah – sekolah.  Yap, Paham Kontruktivisme dalam pendidikan matematika...Tapi, itu juga karena bagusnya cara penyampaian materi yang mereka lakukan. Dan sebenarnya, saya sendiri yang merupakan mahasiswa pendidikan matematika, perlu untuk memahami materi ini karena penting untuk kedepannya.

Pertama, apa sih yang dimaksud Konstruktivisme itu sendiri? Mudahnya seperti ini, buku tidak memuat pengetahuan, hanya merupakan simbol-simbol yang diatur secara hati-hati dan sengaja yang tidak bermakna, meskipun buku dapat memandu pembaca untuk menciptakan makna-makna baru. Kebermaknaannya harus diciptakan oleh pembaca, makna dalam buku tergantung pada penciptaan yang unik dari masing-masing pembaca, di sinilah timbul subjective knowledge. Jadi, dapat kita tahu bahwa teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan suatu makna dari apa yang dipelajari.

Namun, sebenarnya.. apa sih hakikat pendidik dan peserta didik itu sendiri menurut paham ini?
Mereka menjelaskan, bahwa pendidik itu sebagai mediator sekaligus fasilitator. Nah, tugas para pendidik tersebut yakni merangsang keingintahuan peserta didik, membantu mereka mengekspresikan gagasan mereka, dan menghubungkan ide mereka dengan materi pembelajaran. Maka dari itu, paham kontruktivisme menuntut pendidik untuk menguasai bahan materi yang mau diajarkan. 

Kemudian, bagaimana hakikat peserta didik menurut paham ini??
Menurut paham ini, peserta didik diberikan kebebasan untuk memaknai dari materi yang diajarkan kepada mereka. Jadi, ini merupakan proses menuangkan ide mereka terhadap materi tersebut. Pokok’e peserta didik sendiri yang membuat penalaran atas apa yang dipelajarinya lalu membandingkannya dengan apa yang telah mereka ketahui sebelumnya.

Selanjutnya, bagaimana penerapan paham kontruktivisme dalam proses pendidikan dan pembelajaran? Kalau yang ini, saya cuma ingat poin – poinnya saja. Poin – poin tersebut adalah; Mendorong kemandirian dan inisiatif pserta didik dalam belajar; Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada peserta didik untuk merespon; Mendorong peserta didik berpikir jernih; Peserta didik terlibat secara aktif dalam dialog atau didiskusi dengan guru dan peserta didik lainnya; dan Guru memberikan data mentah, sumber – sumber utama, dan materi – materi interaktif. 

Jadi, dapat dikatakan bahwa konstruktivisme berbeda dengan formalisme dalam pelaksanaannya. Jika Formalisme melaksanakan pengajaran matematika yang abstrak secara formal artinya tertulis di atas kertas (mengikuti aturan), maka konstruktivisme melaksanakan pengajaran matematika yang abstrak, dapat dikurangi sedikit keabstrakannya dengan hal – hal yang konkret di sekitar kita. Namun, dua paham ini sama – sama menganggap bahwa kebenaran matematika itu adalah mutlak. Tentunya hal tersebut dibuktikan dengan metode deduktif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar