Pada saat Islam masuk di
Jazirah Arab, di zaman Nabi Ibrahim ﷺ, akhlak mulia tersebar. Penduduk
lembah Mekah mengenal tauhid dan jauhi dari syirik. Kemudian waktu terus
berlalu, keimanan pun tergerus budaya dan pemikiran. Masuklah
berhala-berhala ke Ka’bah yang suci. Agama Nabi Ibrahim hanya dipegang
sebagian kecil masyarakat.
Sejarah Masuknya dan Tersebarnya Berhala di Jazirah Arab
Beberapa masa setelah wafatnya Nabi Ibrahim dan Ismail, terjadi
perubahan besar di tanah Mekah. Agama tauhid tergerus oleh ombak
kesyirikan. Penduduk tanah suci di sekitar Baitullah al-Haram menjadi
penyembah berhala.
Pelajaran bagi kita umat Islam di Indonesia, tauhid yang dibawa oleh
para rasul, dan bertempat di tanah suci, bisa berganti menjadi agama
pagan penyembah berhala. Tidak ada yang menjamin negeri ini, Indonesia,
akan selamanya menjadi negeri mayoritas umat Islam, kalau kita tidak
mengkaji agama ini kemudian mendakwahkannya.
Perubahan besar di Jazirah Arab itu dibawa oleh tokoh kabilah
Khuza’ah, Amr bin Luhai al-Khuza’i. Ia adalah pemimpin politik dan agama
di Mekah. Ia dicintai dan disegani masyarakat. Penduduk Mekah
menganggapnya sebagai ulama besar dan wali yang mulia. Amr pernah
bersafar ke Syam. Ia melihat penduduk Syam menyembah patung-patung. Dan
ia terkesan. Saat kembali ke Mekah, ia bawa tradisi Syam ini ke tanah
haram. Masuklah berhala Hubal ke Jazirah Arab, dan ditempatkan di sisi
Ka’bah.
Diriwayatkan bahwa Hubal terbuat dari batu akik merah yang berbentuk
manusia. Orang-orang Quraisy mendapati tangan kanan Hubal telah hancur.
Lalu mereka ganti dengan tangan dari emas. Inilah berhala pertama
orang-orang musyrik, yang paling besar, dan paling suci menurut mereka1.
Setelah Hubal, tanah Mekah berangsur-angsur disesaki berhala. Di antara berhala-berhala besar mereka adalah: Manat2
yang disembah Kabilah Hudzail dan Khuza’ah. Berhala ini termasuk
berhala tertua. Terletak di pantai Laut Merah. Di wilayah al-Musyallal3,
di Qudaid. Kemudian ada Latta. Berhalanya orang-orang Thaif. Dan
al-Uzza, berhala termuda namun yang terbesar dari dua berhala
sebelumnya. Berhala ini disembah oleh orang-orang Quraisy dan
kabilah-kabilah lainnya4. Tiga berhala ini –selain Hubal- adalah berhala terbesar masyarakat Arab.
Kemudian kesyirikan semakin tersebar dan berhala pun semakin bertebaran.
Setelah Amr bin Luhai berhasil digoda gandrung dengan berhala, setan
pun memainkan perannya di babak berikutnya. Mereka memberi wangsit
kepada Amr5. Memberitakannya bahwa berhala kaum Nuh –Wud,
Suwa’, Yaghuts, Yauq, Nasr- terkubur di Jeddah. Amr datang ke sana,
kemudian menggalinya. Ketika jamaah haji datang dari berbagai negeri, ia
berikan berhala-berhala itu pada mereka. Hadiah dari penguasa Mekah,
tanah suci tempat berhaji tentulah istimewa bagi mereka.
Berhala Wud diberikan pada kabilah Kalb penduduk Daumatul Jandal.
Suwa’ diserahkan pada Hudzail bin Mudrikah yang tinggal di Ruhath,
wilayah Hijaz. Yaghuts untuk bani Uthaif keturunan bani Murad yang
tinggal di Jurf dekat Saba’. Yauq diberikan kepada orang-orang Hamadan
di wilayh Khaiwan di Yaman. Dan Nasr untuk keluarga Dzi al-Kila’ di
wilayah Hamir. Kemudian mereka membuatkan kuil untuk berhala-berhala
ini. Mereka mengangungkannya sebagaimana mengagungkan Ka’bah. Walaupun
mereka berkeyakinan Ka’bah lah yang lebih utama6.
Dakwah Amr bin Luhai kian tersebar di Jazirah. Kabilah-kabilah
lainnya meniru apa yang dilakukannya. Mereka menjadikan patung sebagai
sesembahan. Membangunkannya kuil. Dan memberinya nama-nama7.
Walaupun berhala kian marak, namun masyarakat Arab tetap mengagungkan
Ka’bah. Mereka pula yang menaruh berhala-berhala mereka di sekeliling
Ka’bah.
Apakah Arab Beriman Kepada Allah?
Puja-puji terhadap patung berhala telah menjadi agama dan budaya
masyarakat Arab. Meski demikian, tidak sedikit pun mereka meyakini bahwa
berhala-berhala itu yang menciptakan mereka dan alam semesta. Mereka
yakin Allah ﷻ lah sang pecipta. Banyak ayat Alquran yang menjelaskan hal
ini.
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَسَخَّرَ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang
menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu
mereka akan menjawab: “Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan
(dari jalan yang benar).” (QS:Al-‘Ankabuut | Ayat: 61).
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ لَيَقُولُنَّ
اللهُ قُلِ الْحَمْدُ للهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”.
Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui.” (QS:Luqman | Ayat: 25).
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang
menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah
mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (QS:Az-Zukhruf | Ayat:
87).
Namun setan membisiki bahwa berhala-berhala itulah yang mendekatkan
diri mereka kepada Allah ﷻ. Berhala itu menjadi perantara antara mereka
dengan Allah.
أَلاَ للهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ
أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللهِ زُلْفَى
إِنَّ اللهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ
اللهَ لاَ يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).
Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami
tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada
Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di
antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya
Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
(QS:Az-Zumar | Ayat: 3).
Ayat ini dengan tegas menjelaskan, orang-orang Arab jahiliyah beriman
kepada Allahﷻ. tapi mereka campuri keimanan itu dengan kesyirikan.
Mereka menyembah Allah, dan juga menyembah berhala. Dari sini kita dapat
memahami bahwa mengagungkan orang-orang shaleh secara berlebihan, lalu
menjadikan mereka perantara dalam beribadah kepada Allah ﷻ adalah
tradisi masyarakat Arab jahilihay (budaya Arab).
Arab Telah Mengenal Jin dan Setan
Orang-orang Arab jahiliyah telah mengenal jin dan setan. Pada masa
itu setan-setan berkumpul antara bukit Shafa dan Marwa. Abdullah bin
al-Abbas radhiallahu ‘anhuma ketika menafsirkan ayat,
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syiar Allah.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 158)
mengatakan, “Di masa jahiliyah, setan-setan berkumpul di malam hari
antara bukit Shafa dan Marwa. Di antara dua bukit itulah terdapat
berhala-berhala orang-orang musyrik. Saat Islam datang, kaum muslimin
mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, kami tidak mau sa’i antara Shafa dan
Marwa. Karena dulu kami melakukan sesuatu (syirik) di sana saat
jahiliyah’. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya,
فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا
“Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah,
maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa´i antara keduanya.”
(QS:Al-Baqarah | Ayat: 158).
Tidak berdosa, ibadah di sana berpahala8. Para sahabat
takut kalau mereka teringat dosa-dosa lama. Kemudian Allah menenangkan
hati mereka dengan menjelaskan keutamaan beribadah di antara Shafa dan
Marwa.
Orang-orang jahiliyah berinteraksi dengan jin. Seperti memohon perlindungan kepada mereka.
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia
meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka
jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS:Al-Jin | Ayat:
6).
Budaya Arab ini juga memiliki kesamaan dengan kultur local Indonesia.
Para orang tua sering mengajarkan anak-anak mereka yang main di
tempat-tempat sepi untuk mohon izin dulu dengan “penunggu-penunggu” di
sana apabila hendak buang air kecil atau besar, atau sekadar bermain di
sana. Bukan berlindung kepada Allah ﷻ.
وَجَعَلُوا للهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ
“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi
Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu.” (QS:Al-An’am |
Ayat: 100).
Dunia Perdukunan
Di Madinah –yang dulu bernama Yatsrib- ada seorang dukun wanita yang
terkenal. Sebagian penduduk Madinah mengetahui kedatangan Nabi ﷺ melalui
kabar dari sang dukun. Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu mengatakan,
أَوَّلُ خَبَرٍ جَاءَنَا بِالْمَدِينَةِ مَبْعَثَ رَسُولِ اللهِ صلى الله
عليه وسلم أَنَّ امْرَأَةً مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ كَانَ لَهَا تَابِعٌ
مِنَ الْجِنِّ، جَاءَ فِي صُورَةِ طَيْرٍ، حَتَّى وَقَعَ عَلَى جِذْعٍ
لَهُمْ، فَقَالَتْ لَهُ: أَلاَ تَنْزِلُ إِلَيْنَا فَتُحَدِّثُنَا،
ونُحَدِّثُكَ، وتُحَذِّرُنَا ونُحَذِّرُكَ؟ فَقَالَ: لاَ، إِنَّهُ قَدْ
بُعِثَ بِمَكَّةَ نَبِيٌّ حَرَّمَ الزِّنَى، وَمَنَعَ مِنَّا الْقَرَارَ
“Kami mendapatkan kabar pertama kali tentang diutusnya Rasulullah ﷺ
dari seorang dukun perempuan penduduk Madinah. Ia memiliki pengikut dari
bangsa jin9. Jin tersebut datang dalam wujud seekor burung.
Lalu hinggap di salah satu dahan. Wanita itu berkata pada burung,
‘Adakah berita untuk kami sehingga bisa engkau sampaikan dan kami juga
berkisah padamu. Engkau memperingatkan kami –dengan berita tersebut-,
kami juga memperingatkanmu?’ Burung itu menjawab, ‘Tidak, hanya saja
telah diutus seorang nabi di Mekah yang mengharamkan zina dan melarang
al-Qarar10.”11
Masyarakat jahiliyah biasa minta pendapat para dukun. Ibnu Juraij menafsirkan ayat:
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ
“Barangsiapa kufur kepada thaghut.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 256).
Menurutnya thaghut dalam kalimat tersebut adalah dukun yang mendapat
bisikan setan. Mereka memberi wangsit pada lisan dan hati para dukun12.
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah ﷺ,
يا رسول الله إنَّ الكهَّان كانوا يُحَدِّثُونَنَا بالشَّيء فنجده حقًّا.
قال: “تِلْكَ الْكَلِمَةُ الْحَقُّ، يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيَقْذِفُهَا
فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ، وَيَزِيدُ فِيهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya para dukun menyampaikan sesuatu
kepada kami begini dan begitu. Dan kadang kami lihat kenyataannya memang
benar.” Rasulullah ﷺ bersabda, “Kata-kata yang benar itu ditangkap oleh
bangsa jin, lalu dibisikkannya ke telinga tukang tenung (dekun) dan
ditambahkan ke dalamnya dengan seratus kedustaan.”13
Perdukunan saat itu benar-benar tersebar dan membudaya. Sampai ada sebagian orang berprofesi jadi dukun palsu. Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,
كَانَ لِأَبِي بَكْرٍ غُلَامٌ يُخْرِجُ لَهُ الْخَرَاجَ وَكَانَ أَبُو
بَكْرٍ يَأْكُلُ مِنْ خَرَاجِهِ فَجَاءَ يَوْمًا بِشَيْءٍ فَأَكَلَ مِنْهُ
أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ لَهُ الْغُلَامُ أَتَدْرِي مَا هَذَا فَقَالَ أَبُو
بَكْرٍ وَمَا هُوَ قَالَ كُنْتُ تَكَهَّنْتُ لِإِنْسَانٍ فِي
الْجَاهِلِيَّةِ وَمَا أُحْسِنُ الْكِهَانَةَ إِلَّا أَنِّي خَدَعْتُهُ
فَلَقِيَنِي فَأَعْطَانِي بِذَلِكَ فَهَذَا الَّذِي أَكَلْتَ مِنْهُ
فَأَدْخَلَ أَبُو بَكْرٍ يَدَهُ فَقَاءَ كُلَّ شَيْءٍ فِي بَطْنِهِ
“Abu Bakar Ash Shiddiq memiliki budak laki-laki yang senantiasa mengeluarkan kharraj14
padanya. Abu Bakar biasa makan dari kharraj itu. Pada suatu hari ia
datang dengan sesuatu, yang akhirnya Abu Bakar makan darinya. Tiba-tiba
sang budak berkata: ‘Apakah anda tahu dari mana makanan ini?’. Abu Bakar
bertanya : ‘Dari mana?’ Ia menjawab : ‘Dulu pada masa jahiliyah aku
pernah menjadi dukun yang menyembuhkan orang. Padahal bukannya aku
pandai berdukun, namun aku hanya menipunya. Lalu si pasien itu menemuiku
dan memberi imbalan buatku. Nah, yang anda makan saat ini adalah hasil
dari upah itu. Akhirnya Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam mulutnya
hingga keluarlah semua yang ia makan.”15
Abdullah bin al-Abbas berkata,
مَا قَرَأَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى الْجِنِّ وَمَا
رَآهُمُ، انْطَلَقَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي طَائِفَةٍ مِنْ
أَصْحَابِهِ عَامِدِينَ إِلَى سوق عكاظ وَقَدْ حِيلَ بَيْنَ الشَّيَاطِينِ
وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ. وَأُرْسِلَتْ عَلَيْهِمُ الشُّهُبُ.
فَرَجَعَتِ الشَّيَاطِينُ إِلَى قَوْمِهِمْ فَقَالُوا: مَا لَكُمْ.
قَالُوا: حِيلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ وَأُرْسِلَتْ
عَلَيْنَا الشُّهُبُ. قَالُوا: مَا ذَاكَ إِلاَّ مِنْ شَيْءٍ حَدَثَ،
فَاضْرِبُوا مَشَارِقَ الأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا، فَانْظُرُوا مَا هَذَا
الَّذِي حَالَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ. فَانْطَلَقُوا
يَضْرِبُونَ مَشَارِقَ الأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا، فَمَرَّ النَّفَرُ
الَّذِينَ أَخَذُوا نَحْوَ تِهَامَةَ -وَهُوَ بِنَخْلٍ عَامِدِينَ إِلَى
سُوقِ عُكَاظٍ وَهُوَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ صَلاَةَ الْفَجْرِ- فَلَمَّا
سَمِعُوا الْقُرْآنَ اسْتَمَعُوا لَهُ، وَقَالُوا: هَذَا الَّذِي حَالَ
بَيْنَنَا وَبَيْنَ خَبَرِ السَّمَاءِ. فَرَجَعُوا إِلَى قَوْمِهِمْ،
فَقَالُوا: يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا يَهْدِي إِلَى
الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا. فَأَنْزَلَ
اللهُ تعالى عَلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم: {قُلْ أُوحِيَ
إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ} [الجن: 1]
“Rasulullah ﷺ tidak membacakan Alquran kepada jin dan tidak pula
melihat mereka. Rasulullah ﷺ pernah pergi bersama sejumlah shahabat
menuju Pasar Ukazh16. Sementara itu setan-setan telah dihalangi mendapatkan berita dari langit dengan dilemparkan kepada mereka asy-syihab (meteor).
Setan-setan tadi kembali kepada kaumnya, dan kaumnya itu bertanya,
‘Ada apa dengan kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kami telah dihalangi
memperoleh berita dari langit, dan kami pun dilempari dengan asy-syihab’.
Kaum mereka berkata, ‘Tidak ada yang menghalangi kalian memperoleh
berita langit kecuali sesuatu telah terjadi. Pergilah kalian ke arah
penjuru timur dan barat bumi. Lihatlah apa yang menghalangi kalian
memperoleh berita dari langit’.
Mereka pun beranjak pergi ke timur dan barat. Sebagian di antaranya
melewati Tihamah dan bertemu dengan Nabi ﷺ yang ketika berada di Nikhlah
dalam perjalanan menuju Pasar Ukazh. Beliau ketika itu sedang
melaksanakan shalat subuh bersama para shahabatnya. Ketika mereka
mendengar Alquran dibacakan, mereka pun benar-benar memperhatikannya,
seraya berkata, ‘Inilah yang telah menghalangi kita untuk mendapatkan
berita dari langit”.
Mereka kembali menemui kaumnya. Mereka berkata, ‘Wahai kaumku,
sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan, (yang)
memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya.
Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan
kami’. Maka Allah pun menurunkan kepada Nabi-Nya Muhammad ﷺ:
“Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah
mendengarkan sekumpulan jin (akan Alquran),…” (QS. Al-Jin : 1)17.
Zaid bin Amr bin Nufail
Di tengah pekatnya kabut kesyirikan masayarakat Arab, tersisa beberapa gelintir orang yang masih memurnikan agama Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Di antaranya Zaid bin Amr bin Nufail. Zaid tak mampu mendakwahi dan
menyerukan agama yang lurus di tengah pemuka kekufuran Quraisy. Ia hanya
mampu mengkritik sembelihan-sembeliahan (kurban) mereka. Dan mengikari
kesyirikan yang mereka lakukan. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Zaid bin Amr bin Nufail mengatakan,
إِنِّي لَسْتُ آكُلُ مِمَّا تَذْبَحُونَ عَلَى أَنْصَابِكُمْ، وَلاَ آكُلُ إِلاَّ مَا ذُكِرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ.
“Aku tidak memakan apa yang kalian sembelih (sebagai persembahan)
untuk berhala kalian. Aku juga tidak memakan sesuatu yang disembelih
tanpa menyebut nama Allah.”
Zaid bin Amr mencela sesembelihan Quraisy,
وَأَنَّ زَيْدَ بْنَ عَمْرٍو كَانَ يَعِيبُ عَلَى قُرَيْشٍ ذَبَائِحَهُمْ،
وَيَقُولُ: الشَّاةُ خَلَقَهَا اللهُ، وَأَنْزَلَ لَهَا مِنَ السَّمَاءِ
المَاءَ، وَأَنْبَتَ لَهَا مِنَ الأَرْضِ، ثُمَّ تَذْبَحُونَهَا عَلَى
غَيْرِ اسْمِ اللهِ. إِنْكَارًا لِذَلِكَ وَإِعْظَامًا لَهُ
“Kambing ini, Allah yang ciptakan. Dia turunkan air dari langit
untuknya. Juga menumbuhkan tetumbuhan dari bumi (untuk makanannya).
Kemudian kalian sembelih tanpa menyebut nama-Nya?!” Zaid mengingkari
perbuatan mereka sebagai bentuk pengagungan terhadap Allah18.
Orang-orang Quraisy tidak mempedulikan Zaid. Karena menurut mereka
yang dia lakukan tidak mengganggu kehidupan dan ibadah mereka. Atau
mereka sengaja tidak mempedulikannya untuk mengejeknya dan
merendahkannya.
Selain Zaid, juga ada Waraqah bin Naufal. Seorang yang mengimani risalah Nabi Isa ‘alaihissalam. namun tidak didapati riwayat ia mendakwahkan apa yang diajarkan Nabi Isa ‘alaihissalam. Atau membicarakannya di tengah-tengah keluarganya dari kalangan Quraisy.
Demikianlah gambaran kondisi agama bangsa Arab sebelum diutusnya Nabi
Muhammad ﷺ. Dakwah tauhid padam. Agama para nabi samar-samar
disuarakan. Karena itu, hampir tidak ditemui persinggungan (friksi)
antara orang-orang yang bertauhid dengan pemuja kesyirikan.
Dalam keadaan tersebut terdapat segelintir orang yang masih berpegang
pada ajaran rasul sebelumnya. Ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Isa
‘alaihimassalam. Mereka yang tersisa ini tidak mampu angkat suara,
menyibak kabut gelap penyimpangan akidah. Sehingga tidak dijumpai
perdebatan agama hingga diutusnya Rasulullah ﷺ.
____________________________
[1] Hisyam al-Kalby dalam Kitab al-Ashnam, Hal: 27-28., Ibnu Hisyam dalam as-Sirah an-Nabawiyah, 1/77., dan Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, 2/237.
[2] Orang-orang Quraisy biasa mengusapkan darah mereka di sisi
berhala ini sebagai bentuk ibadah padanya. Karena itu, berhala ini juga
dinamakan Berhala Darah (as-Suhail dalam ar-Raudhu al-Anfu, 4/85).
[3] al-Musyallal adalah jalan di suatu bukit menuju wilayah Qudaid.
[4] Hisyam al-Kalby dalam Kitab al-Ashnam, Hal: 14-18.
[5] Ada yang mengatakan Amr mendapat wangsit melalui mimpi ada pula
dalam keadaan sadar. Ada yang menyebutkan ia bertemu dengan jin yang
berujud manusia.
[6] Hisyam al-Kalby dalam Kitab al-Ashnam, Hal: 54-55. Dan Abu Ja’far al-Bahgdady dalam al-Manaq fi Akhbari Quraisy, Hal: 327-328.
[7] Hisyam al-Kalby dalam Kitab al-Ashnam, Hal: 34-43 dan Ibnu Hisyam dalam as-Sirah an-Nabawiyah, 1/80-88
[8] al-Hakim (3072). Ia mengatakan, “Hadits ini shahih sesuai dengan persyaratan Muslim. Dan disepakati oleh adz-Dzahaby.
[9] Ia memiliki pengikut dari bagnsa jin.
[10] Melarang al-Qarar. Dalam riwayat Ahmad dengan lafadz al-Firar.
As-Sindi mengatakan, “Maksud dari Firar adalah lari dari medan jihad.
Namun hal ini cukup meragukan karena jihad belum disyariatkan saat itu.
Dalam teks yang lain menggunakan huruf qaf (ق). Wallahu a’lam.
Al-Qarar adalah tempat yang tenang, yang terdapat air. Atau tempat yang syahdu (Lisan al-Arab, 5/82).
[11] Ahmad (14878), ath-Thabrany dalam al-Mu’jam al-Ausath (765).
[12] ath-Thabary dalam Jami’ al-Bayan fi Ta’wilil Quran, 5/418., Ibnu Abi Hatim dalam Tafsir al-Quran al-Azhim, 3/976., Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Quran al-Azhim, 2/334.
[13] al-Bukhari dalam Kitab ath-Thalib, Bab al-Kuhanah (5429) dan
Muslim dalam Kitab as-Salam, Bab Tahrim al-Kuhanah wa Ityani al-Kuhhan
(2228). Lafadz ini miliki Muslim.
[14] Kharaj adalah sesuatu tuan atas budaknya. Berupa harta yang
diberikan si budak kepada tuannya dari hasil pekerjaannya. Lihat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar, 7/154.
[15] al-Bukhari: Kitab Fadhail ash-Shahabah, Bab Ayyamul Jahiliyah (3629).
[16] Sebuah pecan raya bangsa Arab yang terletak antara Nakhlah dan Thaif.
[17] al-Bukhari: Kitab Sifattuhs Shalah, Bab al-Jahr bil Qira-ati
Shalatil Fajri (739) dan Muslim: Kitab ash-Shalah, Bab al-Jahr bil
Qira-ati fi Shubhi wa al-Qira-ati ala al-Jin (449). Lafadz ini milik
Muslim.
[18] al-Bukhari: Kitab Fadhail ash-Shahabah, Bab Hadits Zaid bin Amr bin Nufail (3614).
______________________________
Sumber:
– http://islamstory.com/ar/الحياة-الدينية-عند-العرب-قبل-الإسلام
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Copy of Artikel www.KisahMuslim.com