KATA
PENGANTAR
Puji
Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan
tugas makalah kami ini yang berjudul “UNSUR – UNSUR IDE0L0GI PENDIDIKAN
MATEMATIKA” dari kerja sama yang
telah kami lakukan.
Makalah
ini kami buat dalam rangka mendalami pemahaman tentang filsafat pendidikan
matematika sekaligus menjadi tugas kami dalam menjalani masa perkuliahan kami
ini di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya fakultas Tarbiyah dan
Keguruan, lebih tepatnya prodi Pendidikan Matematika kelas B.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Kusaeri, M.Pd selaku guru pembimbing kami dalam mata pelajaran filsafat
pendidikan matematika, sehingga kami selaku mahasiswa di Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami
berharap semoga makalah kami ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi bimbingan
belajar atau pengetahuan bagi orang lain. Apabila terdapat kesalahan dalam
penyusunan makalah ini , kami mohon maaf karena kami selaku manusia tidak luput
dari kesalahan, dan mohon maklum apabila makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan . Atas perhatianya kami ucapkan terima kasih.
Surabaya, Oktober
2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH .................................................
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................
C. TUJUAN PENULISAN ...................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA
1. PENGERTIAN IDEOLOGI.....................................................
2. IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA.........................
B. MODEL IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA...............
C. ALTERNATIF IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA....
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan
memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan seseorang. Pendidikan
merupakan salah satu sarana untuk mendapatan pengetahuan yang nantinya menjadi
bekal dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan juga tidak bisa lepas dari
ideologi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Ideologi turut mewarnai
pendidikan sehingga pendidikan yang dilakukan di tengah masyarakat memiliki
karakteristik tertentu yang identik dengan ideologi tertentu pula. Sejumlah
ideologi pendidikan matematika dan kerangka intelektual dan etika secara
keseluruhan telah diidentifikasi dan dikaitkan dengan kelompok-kelompok sosial
dan tujuan matematika mereka. Tujuan tersebut, seperti telah dikemukakan
sebelumnya, tidak dapat dipisahkan dari bagaimana cara merealisasikannya. Hal
ini menimbulkan pertanyaan: unsur-unsur mana dalam ideologi pendidikan
matematika yang diperlukan untuk menentukan cara mencapai tujuan? Untuk
menjawab ini, diusulkanlah model struktural ideologi pendidikan matematika.
Kami di sini akan membahasa apa saja model – model ideologi pendidikan
matematika dan alternatifnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah
pengertian ideologi pendidikan matematika ?
2.
Bagaimana
model ideologi pendidikan matematika ?
3.
Bagaimana
alternatif model ideologi matematika ?
C. TUJUAN
1.
Untuk mengetahui
pengertian dari ideologi pendidikan matematika.
2.
Untuk
mengetahui model ideologi pendidikan matematika.
3.
Untuk
mengetahui alternatif model ideologi pendidikan.
BAB II
A. IDEOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA
1. Pengertian Ideologi
Pengertian ideologi pendidikan
matematika :
Ideologi
adalah sebuah system atau sekelompok keyakinan dan
nilai-nilai yang dipegang oleh kelompok-kelompok sosial yang berguna mengikat
kelompok-kelompok tersebut dan digunakan oleh merekauntuk kepentingan mereka
sendiri. Ideologi dianggap mengandung keyakinan dan doktrin tentang manusia dan
tempatnya di dunia,struktur sosial dan politik dimana ia ingin hidup, dan
pandangan tentang cara terbaik untuk mencapai akhir dan tujuan.
2. Ideologi Pendidikan Matematika
Filsafat Pendidikan
Matematika meliputi beberapa masalah inti pendidikan matematika mengenai
ideologi, landasan, dan tujuannya. Dalam perspektif yang lebih umum, dapat
dikatakan bahwa filosofi pendidikan matematika bertujuan menjelaskan dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang status dan dasar objek dan metode
pendidikan matematika.
Ideologi pendidikan matematika
mengemukakan tentang bagaimana pendidikan matematika dapat diimplementasikan
baik secara radikal, konservatif, liberal ,dan demokrasi. Dasar pendidikan
matematika menyediakan pembenaran mendapatkan status dan dasar dalam kasus
ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Matematika terdiri dari
ide-ide pemikiran yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Sedangkan matematika
sekolah lebih menekankan pada Matematika sebagai kegiatan mencari pola dan
hubungan. Matematika adalah kegiatan kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi
dan penemuan; Matematika sebagai sarana pemecahan masalah. Matematika sebagai
sarana mengkomunikasikan informasi atau ide.[1]
Paul Ernest, seorang
ilmuan, menyatakan dalam peta pendidikan yang dibuatnya, bahwa terdapat lima
ideologi dalam pendidikan matematika meliputi industrial trainer (diusung kaum
industrialis), technological pragmatist, old humanist, pendidikan progresif dan
pendidikan untuk semua (education for all; dalam referensi lain disebut sebagai
public educator).[2]
Pertama kaum, kaum
industrialis. Menurut pandangan kaum industrialis, semua dikerahkan untuk
kepentingan industri termasuk pendidikan. Maka, bagi mereka, seni dalam
pendidikan tidak bermanfaat. Pendidikan diarahkan pada hal-hal untuk menjadikan
anak didik sebagai tenaga kerja. Pada jenjang pendidikan dasar, misalnya,
merupakan pengaruh kaum industrialis jika muatan kurikulumnya hanya berupa
membaca, menulis dan berhitung. Dilihat dari sisi kemanusiaan, pandangan kaum
industrialis mereduksi banyak kebutuhan anak didik. Intuisi tidak dikembangkan
dalam hal ini.
Industrialisasi dapat
dengan mudah ditemukan di sekitar kita. Ketika kita membiarkan anak menonton tayangan
televisi sepanjang harinya, untuk melewatkan waktu, tanpa pendampingan, di mana
sebagian besar tayangan totally bermuatan entertainment saja, maka kita telah
melakukan industrialisasi terhadap anak. Mengapa? Karena kebutuhan anak yang
lain menjadi tidak terpenuhi. Anak memerlukan bimbingan spiritual untuk
menumbuhkan ideologi asasi dalam dirinya. Anak perlu ditumbuhkan jiwa seni,
melalui sastra, menyanyi, dan sebagainya. Kata Umar bin Khatab r.a., “Ajarkan
sastra pada anak-anakmu, agar anak yang pengecut menjadi pemberani." Dalam referensi lain disebutkan, "Ajari
anakmu sastra, agar hatinya menjadi
lembut!"
Kaum old humanist, bukan
humaniora, mengarahkan kuat pandangan yang berpusat pada diri manusia, bukan
pada Tuhan. Artinya, aspek spiritual dinihilkan dalam hal ini. Kaum
industrialis, konservatif dan old humanis memiliki pandangan yang hampir sama
mengenai pendidikan. Ketiga ideology ini
mendefinisikan matematika sebagai body of knowledge. Maka, menurut ketiganya,
matematika juga merupakan struktur pengetahuan. Apa yang layak dikritisi dari
pandangan ini? Jika kita mengajarkan matematika sebagai struktur pengetahuan
saja, maka kita baru menempuh separuh dari matematika. Separuh yang akan
melengkapkan adalah intusi. Maka, matematika menjadi utuh ketika dipandang
sebagai struktur yang dibangun dalam kerangka intuisi ruang dan waktu. Masih
menurut kaum industrialis, konservatif
dan old humanis, ujian adalah eksternal tes, berupa ujian nasional.
Adapun kaum progresif dan
pendidikan untuk semua (education is for all) memiliki pandangan yang bertolak
belakang dengan pandangan tiga ideologi yang telah disebutkan di atas. Bagi
mereka, matematika adalah kegiatan, bahkan bagi kaum yang berideologi education
is for all, matematika dipandang sebagai kegiatan sosial. Bagi keduanya,
evaluasi dulakukan melalui portofolio. Saya beranggapan bahwa portofolio
mengandung makna bahwa evaluasi dilakukan dengan memandang proses.
Begitulah, semua berdefinisi
dengan masing-masing motif yang melatarbelakanginya. Lima ideologi ini adalah
yang pernah dan masih mewarnai kurikulum pendidikan di dunia. Bagaimanapun
wujud kurikulum di sebuah negara, dapat ditarik kepada ideologi yang
melandasinya. Pun di Indonesia saat ini di mana kurikulum 2013 akan segera
diberlakukan. Inilah dunia makro pendidikan. Adapun dunia mikro adalah yang ada
dalam pikiran kita masing-masing. Maka kita akan memiliki pandangan tersendiri
mengenai pendidikan, matematika menurut dunia makro kita masing-masing. Inilah
sebenar-benar kekuatan yang memuat daya ubah dalam dunia pendidikan yang kita
tekuni saat ini.
B. MODEL IDEOLOGI PENDIDIKAN
MATEMATIKA
Meighan (1986) menggambarkan
ideologi sebagai set yang terdiri dari keyakinan yang beroperasi pada berbagai
tingkatan dan dalam berbagai konteks dengan beberapa lapisan makna. Model
ideologi pendidikan yang diusulkan di sini mencerminkan tingkat kompleksitas.
Di pusatnya terletak keyakinan epistemologis dan etis yang fundamental.
Berdasar kedua hal ini adalah set kedua tentang keyakinan tujuan pendidikan
matematika dan cara untuk mencapai mereka. Dengan demikian model yang diusulkan
memiliki dua tingkatan: (1) tingkat dasar yang terdiri dari unsur-unsur yang
lebih dalam ideologi, dan (2) tingkat sekunder, terdiri dari unsur - unsur yang
dihasilkan yang berkaitan dengan pendidikan.
Tingkat dasar mencakup posisi
epistemologis dan etis secara keseluruhan, terdiri dari epistemologi,
filsafat matematika dan satu set nilai-nilai moral dan lainnya. Namun,
ini adalah unsur yang sangat abstrak, dan ideologi harus menghubungkannya ke
pengalaman menjadi orang dan hidup dalam masyarakat. Untuk apakah ideologi
perorangan atau kelompok dianggap, realitas menjadi seseorang dan berhubungan
dengan orang lain, dan hidup dalam masyarakat pasti membentuk bagian utama
kesadaran, keyakinan dan pandangan terhadap dunia. Jadi terdapat dua elemen
yang selanjutnya dimasukkan kedalam model ideologi. Ini adalah suatu teori
anak yang merupakan bagian khusus dari teori dari seseorang dalam
kaitannya dengan pendidikan, dan suatu teori masyarakat. Hal ini
berhubungan dengan elemen-elemen ideologi lainnya. Epistemologi memerlukan
teori tentang bagaimana pengetahuan individu berkembang. Artinya, mereka
memerlukan pengetahuan teori subjektif serta teori-teori pengetahuan objektif.
Jadi epistemologi berhubungan dengan teori-teori orang dan anak. Nilai moral
mengilhami dan membentuk teori anak, orang dan teori-teori
masyarakat. Teori-teori tersebut merupakan komponen penting dari ideologi
pada umumnya, dan ideologi pendidikan pada khususnya.[3]
Ideology adalah sebuah sistem atau
sekelompok keyakinan dan nilai-nilai yang dipegang oleh kelompok-kelompok
sosial yang berguna mengikat kelompok-kelompok tersebut dan digunakan oleh
mereka untuk kepentingan mereka sendiri. Perhatikan lebih baik, ideologi
dianggap mengandung keyakinan dan doktrin tentang manusia dan tempatnya di dunia,
struktur sosial dan politik di mana ia ingin hidup, dan pandangan tentang cara
terbaik untuk mencapai akhir dan tujuannya.
(Reynolds dan Skilbeck, 1976,
halaman 76-77).
Dalam filosofi pendidikan dan tujuannya, filsuf
pendidikan klasik mengembangkan teori anak, atau orang dan masyarakat (Plato,
1941; Dewey, 1916). Seperti halnya dengan pendidik modern, dalam menggambarkan
ideologi pendidikan memberikan tempat sentral bagi teori anak (Alexanders 1984;
Esland, 1971; Phenix, 1964; Pollard , 1987 Pring, 1984), bagi masyarakat
(Apple, 1979; Raynor 1972) Williams, 1961; Young, 1971a), atau bagi keduanya
(Freire 1972) Giroux 1983; Reynolds dan Skilbeck, 1976). Jadi sangat baik untuk
memasukkan unsur-unsur tersebut dalam ideologi pendidikan.[4]
Komponen terakhir adalah tujuan
pendidikan. Pandangan atas sifat alami anak memiliki efek mendalam pada
tujuan pendidikan dan sifat pendidikan, seperti pendapat Skilbeck (1976).
Sebagian besar penulis yang dikutip memasukkan tujuan pendidikan pada perlakuan
ideologi pendidikannya. Ini mewakili aspek kesengajaan dalam kaitannya dengan
pendidikan, menyatukan elemen yang mendasari epistemologi, sistem nilai, teori
teori anak dan masyarakat. Melalui tujuan pendidikanlah kepentingan kelompok
ideologis disajikan dan dilaksanakan. Tingkat sekunder model terdiri dari
unsur-unsur hasil yang berkaitan dengan pendidikan matematika. Perbedaan ini
jauh dari mutlak, dan karakteristik yang membedakannya adalah spesialisasi
untuk pendidikan matematika. Dalam ideologi pendidikan sains, misalnya,
unsur-unsur sekunder akan berbeda, unsure tersebut akan dialihkan untuk
pendidikan sains.
Apa yang harus menjadi elemen
sekunder? Pertama, filsafat pribadi matematika mungkin tidak sama dengan teori
matematika sekolah. Karena pengetahuan matematika sangat penting bagi seluruh
proses pendidikan matematika, teori pengetahuan matematika sekolah akan
diperlukan, selain diperlukannya filsafat matematika. Kedua, diperlukannya
spesialisasi tujuan pendidikan matematika. Dengan demikian tujuan pendidikan
matematika harus dimasukkan sebagai suatu elemen. Ketiga, cara mencapai
tujuan-tujuan ini harus diwakili, seperti yang telah dibahas sebelumnya. Untuk
mencapai tujuan pendidikan matematika, maka matematika perlu diajarkan,
pengajaran yang dimaksud secara luas cukup untuk mencakup bentuk pedagogi
liberal. Jadi teori pengajaran matematika termasuk peran guru, juga
diperlukan. Pengajaran matematika telah berubah sepanjang sejarah seiring
dengan perkembangan di bidang sumber daya untuk mengajar dan belajar matematika
Teks, alat bantu menghitung seperti kalkulator elektronik dan mikro-komputer
misalnya, memainkan peran sentral dalam pendidikan matematika. Dengan demikian
adalah tepat untuk memasukkan teori sumber daya untuk pendidikan matematika sebagai
salah satu unsur. Dalam model umumnya tentang ideologi, Meighan (1986)
memasukkan komponen tersebut kedalamnya. Pengajaran merupakan instrumental bagi
pembelajaran, yang mana hal tersebut merupakan hasil dimaksud dalam pendidikan
matematika. Jadi teori belajar matematika, termasuk peran pelajar, merupakan
pusat ideologi pendidikan matematika. Teori-teori pembelajaran matematika
berasal dari kedua asumsi epistemologis (sifat, akuisisi dan pertumbuhan pengetahuan)
dan pandangan moral mengenai tanggung jawab individu, dan dari teori-teori
masyarakat dan teori anak. Jadi teori belajar matematika dan peran pelajar
termasuk dalam model.
Penilaian pembelajaran matematika
sangatlah penting, terutama yang berkenaan dengan fungsi-fungsi sosialnya. Hal
ini dapat dimasukkan dibawah komponen lainnya, tetapi mengingat
signifikansinya, akan dibedakan di sini. Jadi teori penilaian pembelajaran
matematika termasuk di antara elemen sekunder. Meighan (1986) masukkannya
di antara elemen-elemen ideologi pendidikan, dan Lawton (1984) menggambarkan
terori itu sebagai salah satu dari tiga komponen utama dari kurikulum.
Penekanan ini membenarkan penangannya sebagai sebagai elemen yang terpisah dari
model.[5]
Sebagai tambahan bagi elemen
diatas, adalah mungkin untuk membedakan unsur-unsur yang berasal dari
teori-teori anak dan masyarakat. Terkandung dalam teori anak adalah teori
kecerdasan dan kemampuan, dan fluiditas atau kepastiannya. Terdapat berbagai
macam pandangan bervariasi yaitu pada apakah ciri-ciri anak merupakan warisan
dan tetap atau apakah mereka secara signifikan terpengaruh dan dibentuk oleh
lingkungan dan pengalaman mereka. Sebuah teori kemampuan. Dan khususnya
kemampuan matematika berasal dari teori anak, seperti halnya pandangan dari
tatanan sosial, menghubungkan perbedaan individu dan tipologi terhadap kelompok
social, dan dari teori-teori sifat matematika dan aksesibilitas-nya. Konsep
kemampuan sangat penting dalam matematika (Ruthven, 1987), sehingga teori
kemampuan matematika termasuk juga didalam model.
Teori masyarakat termasuk dalam
konsep-konsep keanekaragaman sosial, dan dari hubungan antar segmen yang
berbeda. Digabungkan dengan unsur-unsur lain, seperti pandangan matematika dan
pengetahuan, hal ini akan mengarah pada teori pribadi tentang keragaman sosial
dan kepentingannya serta akomodasi dalam pendidikan matematika. Untuk alasan
ini, teori keanekaragaman sosial Dalam pendidikan matematika juga
disertakan. Teori kemampuan dan keragaman sosial dalam pendidikan matematika
tidak termasuk dalam model ideologi pendidikan oleh ahli-ahli lainnya. Namun
sosiolog pendidikan telah lama menunjukkan pentingnya masyarakat, hubungan
sosial, keragaman sosial, seperti yang kita lihat di atas, seperti halnya
dengan konstruk kemampuan bagi pendidikan (Beck et al., 1976: Meighan. 1986).
Secara khusus, Ruthven (1987) telah menunjukkan peran ideologis sentral yang
dimainkan oleh konsep guru akan kemampuan matematika. Konsep gender, ras dan
kelas juga diakui sebagai faktor sentral dalam distribusi kesempatan pendidikan
dalam matematika (Burton, 1986;, Ernest 1986 1989;. Ruthven, 1986 1987.). Untuk
alasan ini, adalah tepat untuk memasukkan teori kemampuan matematika dan
keanekaragaman sosial dalam matematika diantara unsur-unsur sekunder model. Selesailah
model yang diajukan untuk ideologi pendidikan. Elemen-elemen lainnya lebih
lanjut dapat dimasukkan, walaupun model tersebut sudah cukup, jika tidak akan
menimbulkan kompleksitas berlebihan. Pemilihan komponen ini, sampai batas
tertentu, merupakan masalah keputusan, bukan dari masalah kebutuhan.
Perkembangan di masa mendatang atau kegunaan model ideologi pendidikan sangat
mungkin membutuhkan keputusan yang berbeda.
Tabel 6.3 .. Sebuah Model Ideologi Pendidikan untuk
Matematika
Elemen Primer Epistemologi
Filsafat Matematika
Set Nilai Moral
Teori Anak
Teori Masyarakat
Tujuan Pendidikan
Elemen sekunder Tujuan Pendidikan Matematika
Teori Pengetahuan Matematika
Sekolah
Teori pembelajaran Matematika
Teori Pengajaran Matematika
Teori Penilaian Pembelajaran Matematika
Teori Sumber Pendidikan Matematika
Teori Kemampuan Matematika
Teori Keanekaragaman Sosial dalam
Pendidikan Matematika
Model
ideologi pendidikan untuk matematika diringkas dalam Tabel 6.3.
Table tersebut merupakan kerangka tentatif,
yang memungkinkan konsekuensi dari sejumlah perspektif epistemologis dan etis
pendidikan matematika dijabarkan dan dibandingkan. berbagai elemen model yang berbeda
seperti komponen teori, tidak boleh dianggap sebagai kategori subsisten
abstrak. Mereka merupakan label yang sesuai untuk aspek - aspek dari sebuah
cluster keyakinan dan nilai-nilai yang lebih atau kurang terintegrasi. Banyak
elemen yg erat saling berkaitan dan saling tergantung, dan tidak ada klaim yang
dibuat bahwa mereka dapat dipisahkan sepenuhnya.[6]
C. ALTERNATIF MODEL IDEOLOGI
PENDIDIKAN MATEMATIKA
Model ini dapat dievaluasi secara
kritis dengan dibandingkan dengan proposal lain, termasuk yang berikut. Esland
(1971) menawarkan model yang membedakan tiga kategori konstitutif pemikiran guru:
(a) perspektif pedagogis, termasuk asumsi tentang belajar, asumsi tentang
status intelektual anak, asumsi tentang gaya mengajar, (b) perspektif subjek,
dan (c) perspektif karir. Kategori ini mencerminkan beberapa elemen utama yang
diusulkan di atas. Model ini generik, bukan subyek-spesifik sehingga untuk
dibandingkan mengharuskan aplikasinya untuk matematika, seperti pada Cooper
(1985). Atas dasar ini, ada pertandingan parsial antara model Esland dan yang
diusulkan di atas dalam hal unsur-unsur epistemologi, tujuan dan teori
pengetahuan sekolah, anak, kemampuan, belajar dan peran pelajar, pengajaran dan
penilaian. Di luar faktor-faktor ini, Esland menambahkan dimensi baru, karir
perspektif guru, yang lebih pragmatis berkaitan dengan kehidupan sosial dan
profesional seorang guru, daripada kerangka ideologis yang merupakan titik
permasalahan. Hal ini, bagaimanapun, berhubungan dengan, jika tidak
memperlakukan kepentingan kelompok-kelompok sosial, yang mana tujuan mereka
akan terus berlanjut.
Hal ini tersebut pada Cooper
(1985) yang mengkritik tentang model. Dia berpendapat bahwa ada perlakuan yang
tidak sesuai pada dasarnya (dan pada batasannya) pada pengelompokan ideologis,
maupun pada konflik di setiap kemungkinan2 yaitu konflik antar kelompok idealogis.
Salah satu elemen yang tdk disebutkan oleh Esland telah tergabung dalam model
sekarang dan berkaitan dengan hal tersebut. Teori ini adalah teori tentang
masyarakat. Dimasukkannya unsur ini, beserta faktor lain, berarti bahwa kritik
Cooper tidak berlaku untuk model yang diusulkan dalam bab ini.
Untuk lokasi sosial dari perspektif ideologis, dan
diskusi kekuatan relatif mereka beserta konfliknya, misalnya, pembangunan
Kurikulum Nasional secara eksplisit
menarik keinginan/minat, kekuatan dan konflik. Hammersley (1977) mengusulkan
model ideologis dari perspektif guru. yang membedakan lima komponen: pandangan
tentang pengetahuan, pandangan tentang pembelajaran, kegiatan siswa, peran guru
dan teknik mengajar. Komponen tersebut dipecah lebih lanjut, dan menyebutkan
bahwasannya asesmen/penilaian termasuk dalam komponen yang terakhir. secara
keseluruhan, model ini merupakan bagian yang tepat dalam bab ini pada tiap2
elementnya. Ideologi pendidikan membuka kritik-kritik yang diberikan oleh
Cooper pada model Esland. Bagaimanapun juga, hal ini dimaksudkan untuk
menggambarkan perspektif guru daripada ideologi kelompok itu sendiri, dan
sebagian besar kekuatannya terletak pada identifikasi yang membangun di setiap
komponennya.[7]
Meighan (1986) menawarkan model
yang lebih halus dalam ideologi pendidikan, yang mencakup delapan komponen,
yang masing-masing merupakan teori pribadi. Komponen-komponennya adalah sebagai
berikut.
1.
Sebuah teori pengetahuan, isi dan struktur.
2.
Sebuah teori pembelajaran dan peran siswa.
3.
Sebuah teori pengajaran dan peran guru.
4.
Sebuah teori sumber daya yang tepat untuk belajar.
5.
Sebuah teori organisasi pembelajaran situasi.
6.
Sebuah teori penilaian bahwa pembelajaran telah dilakukan.
7.
Sebuah teori tujuan, sasaran, dan hasil.
8.
Sebuah teori lokasi belajar.
Sebagian besar komponen ini memiliki analog mengenai
model yang diusulkan di atas. Sekali lagi ini adalah generik, daripada model
subjek yang spesifik. Model ini mengandung dua komponen yang tidak termasuk
dalam model yang diusulkan di atas: teori organisasi pembelajaran dan lokasi.
Model Ini memperkenalkan aspek-aspek sosial di sekolah apabila lingkungan
sosial dan politik penuh. Namun Meighan menjelaskan bahwa teori tujuan dalam ideologi termasuk tujuan
sosial. Karena ia telah membedakan komponen ini sebagai bagian dari ideologi
legitimasi, yang berfungsi untuk menopang kepentingan kelompok sosial.
Sebaliknya, komponen lain disebutkan menjadi bagian dari implementasi ideologi,
yaitu, sarana untuk mengimplementasikan tujuan-tujuan.
Sebuah kritik yang diarahkan pada
model Meighan bisa saja pada saat unsur-unsur sekunder pada sebuah ideologi
pendidikan telah memberikan hasil yg baik, bukan berarti pula memberikan
perlakuan tepat pada keyakinan inti yang mendasar. Sebagian besar komponennya
adalah bagian dari pelaksanaan ideologi ', dan tidak merupakan inti dari sebuah
epistemologis dan sistem keyakinan pada etika. Ernest (1989c, d) menawarkan
analisis terhadap keyakinan guru matematika termasuk empat komponennya:
pandangan tentang sifat matematika, mengajar dan belajar, dan prinsip-prinsip
pendidikan, yang meliputi nilainilai pendidikan dan pandangan mengenai isu-isu
sosial. Dan komponen – komponen tersebut telah diterapkan pada pendidikan
matematika. Ini terbuka untuk kritik-kritik Cooper yang tidak mengakui hubungan
antara tujuan, kekuasaan, dan minat dari kelompok-kelompok sosial.
Berdasarkan pada kebijakan
pendidikan, Lawton (1984), membedakan tiga kategori sosial terhadap ideologi
pendidikan: keyakinan, nilai dan selera (atau pilihan). kategori secara umum
ini menggolongkan semua elemen yang dinilai masih layak tetapi terlalu umum
untuk digunakan banyak pengguna. Survei singkat ini memberikan penilaian
parsial dari model yang diusulkan untuk hampir semua elemen yang dimasukkan dan
dibenarkan dalam salah satu model yang disurvei.. Sebuah kritik dapat diarahkan
langsung pada beberapa kategori pada model tertentu. Hal Ini karena tidak
adanya dasar teori untuk beberapa komponen Sebaliknya. model ini terletak
secara sistematis, yaitu dimensi epistemologis dan dimensi moral dari ideologi
yang mendasarinya, serta literatur. Dan tentunya memiliki landasan teori.[8]
BAB III
KESIMPULAN
Dengan demikian model yang
diusulkan memiliki dua tingkatan: (1) tingkat dasar yang terdiri dari
unsur-unsur yang lebih dalam ideologi, dan (2) tingkat sekunder, terdiri dari
unsur - unsur yang dihasilkan yang berkaitan dengan pendidikan. Tingkat dasar mencakup
posisi epistemologis dan etis secara keseluruhan, terdiri dari epistemologi,
filsafat matematika dan satu set nilai-nilai moral dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ernest, Paul. 2004. The Philosophy
of Mathematics Education. Taylor & Francis e-Library.
http://dokumen.tips/documents/filosofi-pendidikan-matematika.html diakses pada tanggal 16 Oktober 2016
pukul 21:17
http://enikawulandari.blogspot.co.id/2012/11/lima-ideologi-dalam-pendidikan.html diakse pada tanggal 16 Oktober 2016
pukul 12:47
[1] http://dokumen.tips/documents/filosofi-pendidikan-matematika.html
diakses pada tanggal 16 Oktober 2016 pukul 21:17
[2] http://enikawulandari.blogspot.co.id/2012/11/lima-ideologi-dalam-pendidikan.html
diakse pada tanggal 16 Oktober 2016 pukul 12:47
[3] Paul
Ernest, The Philosophy of Mathematics Education, 2004, Taylor &
Francis e-Library. Hal 131
[4] Ibid,.
Hal 132.
[5] Ibid,.
Hal 132 - 133
[6] Ibid,.
Hal 134.
[7] Ibid,.
134 – 135.
[8] Ibid,.
Hal 135 – 136.