“Cenderung Cinta Padanya”
Untuk membuat seseorang akan
tertarik pada kita, caranya adalah dengan mencari perhatiannya. Berbuatlah baik
padanya, maka ia pun akan merasa diberi hati. Sehingga ia akan semakin lekat
dan semakin menempel. Namun maksud tulisan ini bukanlah sebagai tips untuk
muda-mudi yang hatinya sedang berbunga-bunga dengan kekasihnya. Tidak sama
sekali, karena pacaran adalah jalan menuju zina dan jelas
haramnya. Yang kami jelaskan di sini adalah tabiat hati yang cenderung akan
menyukai orang yang berbuat baik padanya. Dan yang lebih terpenting adalah jika
kecintaan tersebut dilandaskan cinta karena Allah.
Cenderung Cinta Padanya
Dalam sebuah atsar disebutkan,
“Tabiat hati adalah cenderung mencintai orang
yang berbuat baik padanya dan membenci orang yang berbuat jelek padanya.”
(HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6: 2985, Abu Nu’aim dalam Al Hilyah 4: 131,
Al Jami’ Ash Shogir 3580. As Suyuthi mengatakan hadits ini dho’if). Walaupun hadits ini dho’if, namun maknanya tepat dan
benar.
Cintailah Karena Allah
Kecintaan seseorang pada orang yang suka
berbuat baik padanya, itu memang boleh. Namun hendaklah kecintaan tersebut
dibangun di atas kecintaan karena
Allah. Artinya, standar kecintaan pada saudaranya seimbang
dengan ketaatan saudaranya pada Allah. Jika saudaranya termasuk kalangan orang
sholeh dan bertakwa, ia akan semakin cinta. Sebaliknya, cintanya akan semakin
berkurang pada yang suka berbuat maksiat dan durhaka. Inilah maksud kecintaan
karena Allah. Berarti kecintaan seseorang yang mencintai karena Allah akan
berbeda pada pecandu
rokok dan pada pemuda yang
lisannya tidak pernah lepas dari dzikir. Kecintaan karena Allah
itulah yang menuai kelezatan dan manisnya iman.
Dari Anas radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tiga perkara yang seseorang akan merasakan
manisnya iman : [1] ia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang
lainnya, [2] ia mencintai seseorang hanya karena Allah, [3] ia benci untuk
kembali pada kekufuran sebagaimana ia benci bila dilemparkan dalam neraka.”
(HR. Bukhari no. 6941 dan Muslim no. 43)
Begitu juga dalam hadits dari Abu Hurairah,
ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menerangkan mengenai tujuh golongan yang akan
mendapatkan naungan Allah pada hari yang tiada naungan selain dari-Nya. Di
antara golongan tersebut adalah,
“Dua orang yang saling mencintai karena Allah.
Mereka berkumpul dan berpisah dengan sebab cinta karena Allah.”
(HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 1031)
Begitu pula dalam hadits Abu Dzar, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya amalan yang lebih dicintai Allah
‘azza wa jalla adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.”
(HR. Ahmad 5: 146 dan Abu Daud no. 4599. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan
bahwa hadits ini hasan lighoirih, dilihat dari jalur lain)
Akan Dikumpulkan Bersama Orang
yang Dicintai
Inilah di antara faedah besar seseorang
mencintai saudaranya karena Allah atau termasuk dalam hal ini adalah mencintai
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa
seseorang bertanya pada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Kapan
terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan
untuk menghadapinya?”Orang tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi
hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi
yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata,
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan
orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari no. 6171 dan Muslim no.
2639)
Dalam riwayat lain, Anas mengatakan, “Kami
tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar
sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam: Anta ma’a
man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau
cintai).”Anas pun mengatakan, “Kalau begitu
aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku
berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun
aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.” (HR. Bukhari no.
3688)
Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Seseorang akan bersama dengan orang yang ia
cintai. Dan engkau akan bersama orang yang engkau cintai.” (HR.
Tirmidzi no. 2385. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Hajar berkata, “Maksud ‘sesungguhnya engkau akan bersama dengan orang
yang engkau cintai’ adalah engkau akan didekatkan dengan mereka,
begitu pula hal ini termasuk dalam golongan yang ia cintai. Bagaimana jika
kedudukan di surga di antara mereka bertingkat-tingkat derajat? Apakah masih
tetap dikatakan bersama? Jawabnya, tetap masih disebut bersama. Selama masih
ada kesamaan, seperti sama-sama masuk surga, maka itu pun disebut bersama. Jadi
tidak mesti bersama dalam segala sisi. Jika semuanya tadi masuk surga, itu
sudah disebut bersama walau berbeda-beda derajat.” (Fathul Bari, 10: 555)
Kecintaan yang Mubah
Kecintaan biasa yang sifatnya mubah (baca:
boleh-boleh saja) tidak menyebabkan kecintaan tersebut terbawa sampai akhirat.
Derajat mereka akan tergantung pada amalnya dan sesuai karunia Allah Ta’ala. Patut direnungkan firman
Allah Ta’ala,
“Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang
saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang
tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.”
(QS. Thoha: 112)
Intinya kecintaan yang bermanfaat adalah
kecintaan karena Allah sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya
menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Az Zukhruf: 67)[1]
Ya Allah, tumbuhkanlah rasa cinta kami
terhadap sesama yang dilandasi kecintaan karena-Mu. Aamiin Ya Mujibbas
Saa-ilin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar